Nama: Anggi Agustiani S.
NPM: 20210814
Kelas: 2EB19
Siapa Yang Menentukan Kehalalan?
BAB BAB I PENDAHULUAN
Sertifikasi halal dan labelisasi halal merupakan dua
kegiatan yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan satu sama lain. Sertifikasi halal dapat didefinisikan sebagai suatu
kegiatan pengujiansecara
sistematik untuk mengetahui apakah suatu barang yang diproduksi suatu perusahaan telah memenuhi ketentuan halal.
Hasil dari kegiatan
sertifikasi halal adalah diterbitkannya sertifikat halalapabila produk
yang dimaksudkan telah memenuhi ketentuan sebagai produk
halal. Sertifikasi halal dilakukan oleh lembaga yang mempunyai otoritas untuk
melaksanakannya, tujuan akhir darisertifikasi
halal adalah adanya pengakuan secara legal formal bahwa produk
yang dikeluarkan telah memenuhi ketentuan halal. Indonesia dalam
menghadapi perdagangan bebas tingkat regional, internasional dan global,
dikhawatirkan sedang dibanjiri pangan dan produk lainnya yang mengandung atau
terkontaminasi unsur haram. Dalam teknik pemrosesan, penyimpanan, penanganan,
dan pengepakan acapkali digunakan bahan pengawet yang membahayakan kesehatan
atau bahan tambahan yang mengandung unsur haram yang dilarang dalam agama
Islam.
BAB II PEMBAHASAN
PPOM MUI bertugas untuk
menganalisa dan menjamin bahwa suatu produk dijamin kehalalalnya selama proses
produksinya berlangsung. Proses ini lah yang dibawa LPPOM MUI untuk dimintakan
pendapat kehalalalanya pada MUI. Sistem JPH LPPOM MUI merupakan sistem
sertifikasi halal yang paling baik di dunia. Mengenai diakui atau tidaknya,
tidak semua negara mengakuinya, tetapi pada dasarnya sertifikasi LPPOM MUI ini
memiliki jumlah negara yang paling banyak diakui di dunia.
Mengenai standar sertifikasi yang
berbeda ditiap negara perlu dipahami sebagai perbedaan pemahaman terhadap
konsepsi kehalalalan secara syar’i dan juga terdapat beberapa perbedaan
kepentingan perdagangan yang melandasinya. Malaysia
misalnya, walaupun standarnya tidak seketat Indonesia tapi banyak negara
mengakui sistemnya karena kemampuan advokasi internasionalnya demi kepentingan
perdagangan internasionalnya.
KOMITMEN PENGEMBANGAN HALAL
Selama ini komitmen pemerintah
dalam pengembangan produk halal masih minim. Jika dibandingkan dengan negara
lain khususnya Malaysia,
Singapura dan Thailand,
agroindustri halal mereka sudah menjadi bagian dari rencana pembangunan
industri nasionalnya. Pada umumnya selain memandang halal sebagai langkah
perlindungan terhadap konsumen muslim, negara-negara ini benar-benar menghitung
potensi keuntungan bisnisnya yang dapat diraih dalam jangka panjang.
Komitmen pemerintah Indonesia
terhadap agroindustri halal nasional yang cenderung rendah tentunya
mengakibatkan jaminan pangan halal di Indonesia cukup memprihatinkan. Hadirnya
RUU Halal yang baru dari segi visinya saja hanya melindungi konsumen dalam
negeri berbeda dari negara lain yang berupaya melakukan ekspansi pasar
internasional termasuk pasar Indonesia
yang merupakan pasar halal terbesar di dunia. Belum lagi RUU JPH yang sekarang
dirumuskan cenderung bertujuan jangka pendek dengan tujuan peningkatan
pendapatan melalui labelisasi halal. Ditambah lagi dengan penetepan pemerintah
sebagai regulator sekaligus sertifikator. Bagaimanapun seorang wasit tidak akan
pernah bisa ikut bermain.
Koordinasi kelembagaan yang ada di Indonesia
(termasuk kewenangan dan anggarannya), LPPOM MUI, BPPOM, dan berbagai
kementrian memang belum punya format yang efisien dan efektif untuk melayani
masyarakat. Kelembagaan menjadi sulit dikuatkan karena unsure politis
yang terlalu kuat. Namun secara akademins kita dapat mengkaji bahwa, bagaimana
pemerintah dapat berkoordinasi jika ”halal” masih dipahami sebagai hal
tradisionals ebagai pemenuhan kebutuhan agama tertentu ketimbang dilihat
sebagai patok mutu tertinggi. Pemerintah dan berbagai kalangannya juga beluam
paham akan goal yang ingin dicapai, hal ini karena tidak ada satupun kebijakan
yang mengarahkan pembangunan agroindustri halal indonesia. Perlunya sebuah
kebijakan strategis yang mengarahkan cakupan kewenangan antarkelompok institusi
yang ada yang berasama-sama memiliki keinginan untuk membangun agroindustri
halal Indonesia
yang mampu bersaing di pasar global, tidak semata-mata hanya menang di dalam
negeri dalam rentang waktu yang pendek.
BAB III PENUTUP
Untuk menyelesaikan persoalan mengenai siapa yang sebenarnya
berhak menentukan kehalalan, ada baiknya pemerintah dengan Departeman Agamanya
bekerja bersama-sama dengan lembaga-lembaga Agama Islam lainnya di Indonesia.
Sehingga tercipta kekompakan dan kepastian hukum dan detailnya dengan jelas.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar