Senin, 07 Mei 2012

Siapa Yang Menentukan Kehalalan?


Nama: Anggi Agustiani S.
NPM: 20210814
Kelas: 2EB19




Siapa Yang Menentukan Kehalalan?


BAB BAB I PENDAHULUAN


Sertifikasi halal dan labelisasi halal merupakan dua kegiatan yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan satu sama lain. Sertifikasi halal dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengujiansecara sistematik untuk mengetahui apakah suatu barang yang diproduksi suatu perusahaan telah memenuhi ketentuan halal. Hasil dari kegiatan sertifikasi halal adalah diterbitkannya sertifikat halalapabila produk yang dimaksudkan telah memenuhi ketentuan sebagai produk halal. Sertifikasi halal dilakukan oleh lembaga yang mempunyai otoritas untuk melaksanakannya, tujuan akhir darisertifikasi halal adalah adanya pengakuan secara legal formal bahwa produk yang dikeluarkan telah memenuhi ketentuan halal.[3] Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas tingkat regional, internasional dan global, dikhawatirkan sedang dibanjiri pangan dan produk lainnya yang mengandung atau terkontaminasi unsur haram. Dalam teknik pemrosesan, penyimpanan, penanganan, dan pengepakan acapkali digunakan bahan pengawet yang membahayakan kesehatan atau bahan tambahan yang mengandung unsur haram yang dilarang dalam agama Islam.


BAB II PEMBAHASAN

PPOM MUI bertugas untuk menganalisa dan menjamin bahwa suatu produk dijamin kehalalalnya selama proses produksinya berlangsung. Proses ini lah yang dibawa LPPOM MUI untuk dimintakan pendapat kehalalalanya pada MUI.  Sistem JPH LPPOM MUI merupakan sistem sertifikasi halal yang paling baik di dunia. Mengenai diakui atau tidaknya, tidak semua negara mengakuinya, tetapi pada dasarnya sertifikasi LPPOM MUI ini memiliki jumlah negara yang paling banyak diakui di dunia.
Mengenai standar sertifikasi yang berbeda ditiap negara perlu dipahami sebagai perbedaan pemahaman terhadap konsepsi kehalalalan secara syar’i dan juga terdapat beberapa perbedaan kepentingan perdagangan yang melandasinya. Malaysia misalnya, walaupun standarnya tidak seketat Indonesia tapi banyak negara mengakui sistemnya karena kemampuan advokasi internasionalnya demi kepentingan perdagangan internasionalnya.
KOMITMEN PENGEMBANGAN HALAL
Selama ini komitmen pemerintah dalam pengembangan produk halal masih minim. Jika dibandingkan dengan negara lain khususnya Malaysia, Singapura dan Thailand, agroindustri halal mereka sudah menjadi bagian dari rencana pembangunan industri nasionalnya. Pada umumnya selain memandang halal sebagai langkah perlindungan terhadap konsumen muslim, negara-negara ini benar-benar menghitung potensi keuntungan bisnisnya yang dapat diraih dalam jangka panjang.

Komitmen pemerintah Indonesia terhadap agroindustri halal nasional yang cenderung rendah tentunya mengakibatkan jaminan pangan halal di Indonesia cukup memprihatinkan. Hadirnya RUU Halal yang baru dari segi visinya saja hanya melindungi konsumen dalam negeri berbeda dari negara lain yang berupaya melakukan ekspansi pasar internasional termasuk pasar Indonesia yang merupakan pasar halal terbesar di dunia. Belum lagi RUU JPH yang sekarang dirumuskan cenderung bertujuan jangka pendek dengan tujuan peningkatan pendapatan melalui labelisasi halal. Ditambah lagi dengan penetepan pemerintah sebagai regulator sekaligus sertifikator. Bagaimanapun seorang wasit tidak akan pernah bisa ikut bermain.
Koordinasi kelembagaan yang ada di Indonesia (termasuk kewenangan dan anggarannya), LPPOM MUI, BPPOM, dan berbagai kementrian memang belum punya format yang efisien dan efektif untuk melayani masyarakat.  Kelembagaan menjadi sulit dikuatkan karena unsure politis yang terlalu kuat. Namun secara akademins kita dapat mengkaji bahwa, bagaimana pemerintah dapat berkoordinasi jika ”halal” masih dipahami sebagai hal tradisionals ebagai pemenuhan kebutuhan agama tertentu ketimbang dilihat sebagai patok mutu tertinggi. Pemerintah dan berbagai kalangannya juga beluam paham akan goal yang ingin dicapai, hal ini karena tidak ada satupun kebijakan yang mengarahkan pembangunan agroindustri halal indonesia. Perlunya sebuah kebijakan strategis yang mengarahkan cakupan kewenangan antarkelompok institusi yang ada yang berasama-sama memiliki keinginan untuk membangun agroindustri halal Indonesia yang mampu bersaing di pasar global, tidak semata-mata hanya menang di dalam negeri dalam rentang waktu yang pendek.


BAB III PENUTUP

Untuk menyelesaikan persoalan mengenai siapa yang sebenarnya berhak menentukan kehalalan, ada baiknya pemerintah dengan Departeman Agamanya bekerja bersama-sama dengan lembaga-lembaga Agama Islam lainnya di Indonesia. Sehingga tercipta kekompakan dan kepastian hukum dan detailnya dengan jelas.




Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar